Tutik Daryati
Guru Kimia SMA Negeri 4 Jember
Beberapa tahun terakhir ini teknologi mengalami lompatan luar biasa. Apa pun yang digunakan masyarakat dalam kehidupan sehari-hari serba teknologi terutama untuk keluarga modern. Mengacu data IDC Oktober 2008/2009, penjualan personal komupter di Indonesia mencapai 3 juta unit, mengalami kenaikan 640 persen. Tahun 2010 ini diperkirakan kenaikan menjadi 4 juta unit. Bukan tak mungkin jumlah ini membengkak setiap tahunnya.Hal utama tentu saja karena komputer mampu membantu kelancaran tugas. Baik dalam koridor kerja maupun belajar. Melihat kondisi dunia dewasa ini semuanya dituntut sigap. Jadi apa pun harus dilakukan dengan cepat. Pada akhirnya komputer bukan lagi merupakan barang asing, bahkan bagi pelajar sekolah dasar sekalipun, terlebih siswa SMA ataupun mahasiswa. Bila pelajar dan mahasiswa saja sudah terampil mengoperasikan komputer, sudah seharusnya para pengajar juga terampil memanfaatkan peranti modern ini. .
Sebelum era internet, siswa mendapat ilmu pengetahuan hanya dari apa yang diterangkan guru di kelas dan membaca buku pelajaran yang materinya relatif terbatas. Sehingga guru merupakan informan sangat penting. Bahkan bisa dikatakan guru merupakan satu-satunya sumber ilmu bagi siswa. Guru dapat dikatakan lebih pandai dari muridnya karena membaca buku lebih awal dibanding si murid. Hal tersebut tak masalah pada zaman dahulu sebelum teknologi ada karena apa pun yang diterangkan guru merupakan satu-satunya sumber ilmu bagi murid.
Kini, siapa pun dengan mudah bisa mencari informasi apa pun lewat internet. Pada gilirannya, informasi dari guru bukan satu-satunya informasi yang diperoleh siswa. Untuk itu, guru harus selalu menambah wawasan dan ilmu pengetahuan, entah dari berita di koran, televisi, internet maupun dari sumber lainnya. Apabila guru tidak berusaha menambah wawasannya, mudah ditebak, guru akan kalah dengan siswanya dan tergilas oleh kemajuan zaman. Karena bukan tidak mungkin murid akan lebih cepat mendapatkan informasi yang terbaru dibandingkan sang guru, karena siswa lebih piawai membuka internet.
Orang boleh kagum dengan teknologi dan perangkatnya, tetapi kalau tak mampu mengoperasikannya, akan percuma. Pada dasarnya, guru harus terampil mengoperasikan komputer karena perangkat ini menyediakan banyak sekali program-program yang bisa memudahkan pekerjaan mengajar, seperti aplikasi Microsoft Word, Microsoft Excel, Microsift Power Point, dan lain-lain. Melalui software dasar ini kita bisa berinovasi dalam mengemas cara mengajar yang sesuai dengan kebutuhan zaman. Microsoft Word membantu guru menulis naskah dan materi pembelajaran. Microsoft Excel berguna untuk menuliskan daftar nilai siswa yang diperoleh setelah mengikuti proses pembelajaran yang langsung bisa ditampilkan dengan hasil penghitungannya. Microsoft Power Point menjadi senjata andalan membuat tampilan materi pembelajaran. Tampilan slide yang menarik akan membuat siswa lebih antusias memahami materi yang disajikan. Semua teknologi ini memungkinkan guru dan murid menyelenggarakan pendidikan dengan konsep paperless. Tanpa konsumsi kertas yang berlebihan dan ini sangat cocok dengan isu lingkungan yang akhir-akhir ini dibicarakan. Dengan menggunakan bantuan teknologi informasi segala pekerjaan dapat dilakukan dengan lebih cepat dan efisien.
23 Desember 2010
Mudahnya Mengunduh Manfaat TI
Nilai UAS Kini Disetor ke Pusat
JAKARTA - Formulasi baru penentuan kelulusan siswa akan melibatkan partisipasi langsung sekolah. Ke depan, sekolah wajib memberikan nilai ujian akhir sekolah (UAS) kepada pemerintah pusat paling lambat seminggu sebelum ujian nasional (unas) berlangsung. Nilai itu akan dijadikan salah satu pertimbangan kelulusan yang akan ditentukan langsung oleh Kemendiknas.Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan (Balitbang) Kemendiknas Mansyur Ramli mengatakan, mekanisme tersebut merupakan roh baru unas yang pada intinya menggabungkan nilai akhir pada ujian sekolah dan unas. Penggabungan tersebut akhirnya berujung pada penghapusan hak veto unas. "Sebab, pemberian nilai akan komprehensif dan tidak bergantung pada nilai di pusat atau sekolah saja," ujar Mansyur.
Karena itu, Balitbang merekomendasikan UAS dilaksanakan sebelum unas berlangsung atau paling lambat awal April 2011. Penyerahan hasil UAS ke Kemendiknas menjadi tanggung jawab penyelenggara provinsi. Nilai UAS harus diserahkan paling lambat tujuh hari sebelum unas dilaksanakan. "Untuk mengantisipasi potensi kecurangan sekolah, nilai harus masuk ke Kemendiknas pusat supaya bisa dikendalikan," katanya.
Peraturan itu berkaca pada masa evaluasi belajar tahap nasional (ebtanas) yang diselenggarakan beberapa tahun lalu. Saat itu ditemukan bahwa sekolah kerap melakukan kecurangan dengan menaikkan nilai unas siswa jika rendah. "Kami meminta semua pihak mengawasi sekolah selama penyelenggaraan unas karena pusat tidak bisa melakukan intervensi lebih dalam," jelasnya.
Mansyur menambahkan, untuk nilai rapor, lazimnya tidak ada angka mati karena penilaiannya ditentukan dengan kompetensi minimal. Nilai rapor ditentukan sendiri oleh sekolah. Mansyur menyebut, dengan formulasi tersebut, pemerintah bisa menemukan sekolah mana yang bermutu baik dan rendah.
Secara terpisah, Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP) menyebutkan, soal yang akan diujikan harus dibagi dua antara esai di ujian sekolah dan pilihan ganda di unas.
Anggota BSNP Djaali mengatakan, ujian sekolah sebaiknya esai karena akan menyubstitusi kekurangan soal pilihan ganda yang ditanyakan di unas. "Soal yang ditanyakan di unas dengan pilihan ganda tidak ditanyakan lagi di ujian yang dibuat sekolah," jelasnya.
Pembagian tersebut, lanjut Djaali, dimaksudkan agar unas tahun depan lebih komprehensif daripada sebelumnya. Walaupun terbagi dua soal, pembuatan kisi-kisi tetap dibuat pemerintah sehingga bisa terpetakan dengan baik. Menurut Djaali, ujian esai yang dibuat pemerintah juga harus sesuai dengan ketentuan di Permendiknas No 23 Tahun 2006 tentang Standar Kompetensi Lulusan untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah.
Persyaratan pembuatan esai yang dibuat sekolah harus memenuhi empat syarat, yakni sah secara substansional, konstruksional, bahasa, dan validitas empiris. Jika soal terbagi dua, falsafah unas yang diminta pemerintah akan terpenuhi. Yakni, falsafah komprehensif ketika soal menjangkau seluruh kemampuan siswa. Termasuk, aspek psikomotorik, kognitif, serta afektif yang juga harus diperhatikan dalam penilaian.
"Pembagian dua soal ini akan meningkatkan kompetensi kelulusan siswa. Nilai yang diukur dari penggabungan dua ujian tersebut juga akan lebih komprehensif," ujar Djaali.
Berdasar hasil rapat kerja (raker) bersama panja unas, Mendiknas Muhammad Nuh menjelaskan, pada 2011 unas tetap bisa dilaksanakan. Syaratnya, standar kelulusan ditentukan dengan formula baru yang mengakomodasikan nilai rapor, nilai ujian, dan akhlak untuk meningkatkan rasa adil bagi peserta didik serta mutu kelulusan pendidikan.
Sayang, rapat antara Kemendiknas dan Panja Unas Komisi X DPR belum menetapkan bobot formula antara unas dan ujian sekolah. Bobot antara unas dan ujian sekolah akan dibicarakan dan dibahas lagi dalam pertemuan pekan depan. Formula baru unas yang akan dilaksanakan adalah menggabungkan nilai dengan nilai sekolah. Nilai sekolah adalah gabungan nilai ujian sekolah ditambah nilai rapor semester 1? 4. Selain itu, nilai gabungan antara nilai sekolah dan unas ditetapkan minimal 5,5.
Di samping itu, Nuh menyebutkan bahwa ada beberapa kelemahan formula tersebut. Yakni, dikhawatirkan akan timbul disparitas penilaian sekolah. Tapi, dia memastikan dengan formula baru itu, pemerintah menghargai nilai yang diberikan sekolah sehingga mendorong objektivitas dan kemandirian guru untuk menilai siswa. "Selain itu, meningkatkan kualitas ujian sekolah setara dengan unas," katanya. (zul/c7/agm)
JPNN.com, 15 Desember 2010
Mendiknas Terima Formula UN Versi DPR
JAKARTA -- Menteri Pendidikan Nasional (Mendiknas) M Nuh mengungkapkan, pihaknya untuk sementara ini menerima usulan formula ujian nasional (UN) yang diberikan oleh Panitia Kerja (Panja) UN Komisi X DPR RI, meskipun akan dibahas kembali.Berdasarkan hasil rapat kerja (raker) bersama Panja UN, Mendiknas menerangkan bahwa UN tahun 2011 akan tetap dapat dilaksanakan dengan catatan standar kelulusan ditentukan dengan formula baru yang mengakomodasikan nilai raport dan nilai ujian. Filosofi formula baru ini adalah meningkatkan rasa adil bagi peserta didik, dan lebih meningkatkan mutu kelulusan pendidikan. “Itu adalah beberapa rekomendasi yang diberikan oleh DPR yang kami terima untuk sementara ini,” ungkap Mendiknas ketika ditemui usai raker di Gedung DPR RI, Jakarta, Senin (13/12) malam.
Selain itu, Mendiknas juga menyebutkan bahwa di dalam rapat tersebut antara pihak Kementerian Pendidikan Nasional (Kemdiknas) dan Panja UN Komisi X DPR RI belum menetapkan bobot formula antara UN dengan ujian sekolah. “Mengenai bobot antara UN dan ujian sekolah akan dibicarakan dan dibahas lagi dengan DPR,” tukasnya.
Formula baru UN yang akan dilaksanakan adalah menggabungkan nilai UN dengan Nilai Sekolah (NS). Dijelaskan, nilai sekolah adalah gabungan nilai ujian sekolah ditambah nilai rapor semester 1 - 4. Selain itu, nilai gabungan antara nilai sekolah dengan UN ditetapkan minimal 5,5. “Nilai sekolah dan UN mempunyai bobot masing-masing yang akan ditentukan oleh pemerintah. Bobotnya akan ditentukan, namun bobot nilai sekolah itu tentunya akan lebih kecil dari bobot UN,” jelas Mendiknas.
Dengan adanya formula baru ini, Mendiknas juga sempat mengatakan bahwa UN ulangan akan ditiadakan tahun depan. Pasalnya, syarat atau formula yang ada saat ini bisa dikatakan lebih longgar yakni maksimum 2 mata pelajaran dengan nilai 4 dan minimum 4 mata pelajaran dengan nilai minimum 4,25.
Selanjutnya, nilai kelulusan siswa adalah kombinasi dari nilai gabungan dengan nilai ujian sekolah seluruh mata pelajaran. Mantan Rektor ITS ini menjelaskan, penerapan formula baru ini akan meningkatkan nilai rata-rata hasil UN, menguji seluruh kemampuan kognitif, afektif dan psikomotorik siswa. “Ini akan membuka peluang subyektifitas penilaian sekolah,” imbuhnya.
Namun disamping itu, Mendiknas juga menyebutkan bahwa ada beberapa kelemahan dari formula ini, yakni dikhawatirkan akan timbul disparitas penilaian sekolah. Namun, dipastikan dengan formula baru ini pemerintah menghargai nilai yang diberikan sekolah sehingga mendorong obyektifitas dan kemandirian guru untuk menilai siswa. Selain itu, meningkatkan kualitas ujian sekolah setara dengan UN. (cha/jpnn)